MAKAM DAN MASJID MANTINGAN

Posted by athieftemplate, on: Rabu, 10 Agustus 2011

Masjid dan Makam Mantingan terletak 5 km arah selatan dari pusat kota Jepara di desa Mantingan kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, sebuah yang menyimpan Peninggalan Kuno Islam dan menjadi salah satu asset wisata sejarah di Jepara, dimana di sana berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang Islamik yaitu PANGERAN HADIRIN suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai pusat aktivitas penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan merupakan masjid kedua setelah masjid Agung Demak.

Perlu diketahui juga bahwa di desa Mantingan mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam dengan mata penghasilan dari usaha ukir-ukiran. Disamping itu lokasi Masjid dan Makam Mantingan berdiri dalam satu komplek yang mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dari berbagai jurusan dengan fasilitas sarana jalan aspal. Hal lain yang tidak kalah penting usaha Pemda Kabupaten Jepara dengan instansi terkait bekerja sama dengan pengusaha angkutan sudah berupaya memberikan kemudahan transportasi menuju lokasi Obyek Wisata Sejarah ini dengan sarana angkutan jurusan Terminal Jepara – Mantingan yang hanya ditempuh beberapa menit saja.

Diatas telah disebutkan bahwa Masjid Mantingan merupakan masjid kedua setelah masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi berdasarkan petunjuk dari condo sengkolo yang terukir pada sebuah mihrab Masjid Mantingan berbunyi “RUPO BRAHMANA WANASARI” oleh R. Muhayat Syeh Sultan Aceh yang bernama R. Toyib. Pada awalnya R. Toyib yang dilahirkan di Aceh ini menimba ilmu ketanah suci dan negeri Cina (Campa) untuk dakwah Islamiyah, dan karena kemampuan dan kepandaiannya pindah ke tanah Jawa (Jepara) R. Toyib kawin dengan Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) putri Sultan Trenggono Sultan kerajaan Demak, yang akhirnya beliau mendapak gelar “SULTAN HADIRIN” dan sekaligus dinobatkan sebagai Adipati Jepara (Penguasa Jepara) sampai wafat dan dimakamkan di Mantingan Jepara.

Dimakam inilah Pangeran Hadiri (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya disemayankan.

Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOUL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara

Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya. Pohon pace yang tumbuh disekitar makam, konon bagi Ibu-ibu yang sudah sekian tahun menikah belum di karunia putra diharapkan sering berziarah ke Makam Mantingan dan mengambil buah pace yang jatuh untuk dibuat rujak kemudian dimakan bersama suami istri, maka permohonannya insyaAllah akan terkabulkan.

Tuah lain yang ada dalam cungkup makam mantingan adalah “AIR MANTINGAN atau AIR KERAMAT” yang menurut kisahnya ampuh untuk menguji kejujuran seseorang dan membuktikan hal mana yang benar dan yang salah, biasanya bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya air keramat ini digunakan bila sedang menghadapi suatu sengketa, dengan cara air keramat ini diberi mantra dan doa lalu di minum. Namun karena beragamnya kepercayaan masyarakat, maka silahkan bagi yang percaya dan tidak memaksa untuk yang lain.



Ornamen ukiran dari bahan batu alam yang konon berasal dari negeri Cina. Motif ini sebagian mengilhami perajin ukir Jepara.



tag

PESTA BARATAN

Posted by athieftemplate, on: Senin, 18 Juli 2011
Salah satu tradisi masyarakat Jepara yang erat kaitannya dengan Ratu Kalinyamat adalah “Pesta Baratan”. Kata “baratan” berasal dari sebuah kata Bahasa Arab, yaitu “baraah” yang berarti keselamatan atau “barakah” yang berarti keberkahan.
Tradisi Pesta Baratan dilaksanakan setiap tanggal 15 Sya’ban (kalender Komariyah) atau 15 Ruwah (kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam nishfu syakban. Kegiatan dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Ritualnya sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak langsung pulang. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nishfu syakban dipimpin ulama / kiai setempat, setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan. Kata puli berasal dari Bahasa Arab : afwu lii, yang berarti maafkanlah aku. Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang dibakar atau tanpa dibakar.

Ada 2 versi cerita yang mendasari tradisi baratan yaitu:
- Cerita Versi Pertama
Sultan Hadirin (Sayyid Abdurrahman Ar Rumi) berperang melawan Aryo Penangsang dan terluka. Kemudian Sang isteri Nyai Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) membawanya pulang ke Jepara dengan dikawal prajurit dan dayang-dayang. Banyak desa di sepanjang jalan yang dilewati rombongan diberi nama peristiwa menjelang wafatnta Sultan Hadirin. Salah satu contohnya adalah saat rombongan melewati suatu desa, mendadak tercium bau harum semerbak (gondo) dari jasad Sultan, maka desa tersebut sekarang kita kenal dengan nama Purwogondo.
- Cerita Versi Kedua
Setelah berperang melawan Aryo Penangsang, Sultan Hadirin tewas dan jenazahnya dibawa pilang oleh isterinya (Ratu Kalinyamat) pulang ke Jepara. Peristiwa itu berlangsung malam hari, sehingga masyarakat disepanjang jalan yang ingin menyaksikan dan menyambut rombongan Ratu Kalinyamat harus membawa alat penerangan berupa obor.

Setelah makan nasi puli, masyarakat di desa Kriyan dan beberapa desa di sekitarnya (Margoyoso, Purwogondo, dan Robayan) turun dari masjid / mushalla untuk melakukan arak-arakan. Ada aksi theatrikal yang dilaksanakan seniman setempat, selebihnya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dewasa maupun anak-anak. Ribuan orang dengan membawa lampion bergerak dari halaman masjid Al Makmur Desa Kriyan dengan mengarak simbol Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin menuju pusat Kecamatan. Mereka meneriakkan yel-yel ritmis : tong tong ji’ tong jeder, pak kaji nabuh jeder, dan sebagian lainnya melantunkan shalawat Nabi.
Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.


Dokumentasi : Anis hartanto

tag

TENUN TROSO

Posted by athieftemplate, on: Rabu, 25 Mei 2011



Troso adalah nama salah satu desa yang terdapat di kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara. Di Desa inilah tempat komunitas pengrajin tenun ikat troso berada. Sebenarnya Tenun Troso adalah teknik tenun gedok dan kemudian dalamkurun waktu yang cukup panjang, berkembang menjadi tenun ikat.Sebenarnya Tenun Troso adalah teknik tenun gedok dan kemudian dalam kurun waktu yang cukup panjang, berkembang menjadi tenun ikat, Namunmasyarakat Kabupaten Jepara & sekitarnya lebih mengenal dengan sebutan “Tenun Troso”. Kerajinan tenun ini tumbuh dan berkembang sejak jaman Belanda dan terus dilestarikankan dari satu generasi ke generasi selanjutnya, yang saat ini sudah pada generasi yang kelima.Terdapat 2 (dua) motiftenun hasil karya cipta komunitas Desa Troso, yaitu :
- Motif/pola Cemara (pohon cemara)
- Motif/pola Lompong (daun Tales)
Tenun motif cemara dan lompong adalah jenis motif yang ditorehkan pada kain sarung. Dengan kain sarung tersebut Desa -Troso menjadi dikenal oleh khalayak ramai (terkenal). Namun seiring dengan perjalanan waktu, motif tenun cemara & lompong sudah jarang dibuat oleh pengrajin, yang dikarenakan tidak adanya permintaan pasar Padahal kala itu kain tenun yang bermotifkan lompong dan cemara pernah mengalami jaman keemasan. Namun jaman keemasan tersebut telah sirna ditelan waktu yang disebabkan oleh beberapa persoalan yang sangat komplek, diantaranya adalah : Sulitnya medapatkan bahan baku dengan jumlah banyak dan yang konsisten spesifikasinya. Suhu Politik saat itu kurang kondusif yang dikarenakan terjadinya perang saudara. (tragedi G 30 S/ PKI)
Keinginan Pemerintah Daerah Jepara untuk mengedepankan kerajinannya selain meubel ukir, diantaranya adalah tenun troso. Salah satu upaya Pemerintah Daerah adalah membantu penyerapan pasar hasil kerajinan tenun troso yang berupa kewajiban kepada jajaran Pemerintah Daerah untuk menggunakan pakaian seragam tenun ikat yang dibuat oleh pengrajin Desa Troso. Seragam tersebut wajib dikenakan pada hari yang telah ditentukan pula. Kewajiban tersebut adalah bentuk keseriusan Pemerintah Daerah Jepara dalam melestarikan dan melindungi asset kekayaan budaya daerah yang berupa pengetahuan tradisional dan upaya Pemerintah Daerah Jepara dalam mewujudkan keinginannya untuk menggali potensi daerah serta mengedepankan industri kerajinan selain meubel ukir, untuk dijadikan produk unggulan daerah Kabupaten Jepara. Dengan kewajiban memakai tenun ikat untuk kalangan pegawai Pemerintah Daerah tersebut, pengrajin mulai bergairah kembali untuk membuat (produksi) tenun ikat yang selama beberapa kurun waktu ini mengalami kelesuan pasar. Produk tenun ikat yang banyak diproduksi oleh pengrajin adalah kain jok meubel, gorden, pakaian seragam & pakaian adat Kabupaten Jepara serta beberapa jenis motif kain tenun ikat yang bermotifkan etnik dari daerah lain di Indonesia seperti motif tenun dari daerah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Bali dan sebagainya, karena motif dari daerah yang telah disebutkan diatas,
pasarnya masih terbuka luas.
Berbagai motif kain tenun troso dapat kita jumpai pada berbagai showroom / ruang pamer yang ada di desa Troso, jaraknya sekitar 12 km dari ibukota Jepara.
tag

PERANG OBOR

Posted by athieftemplate, on: Selasa, 03 Mei 2011

Upacara tradisional “Obor-oboran” merupakan salah satu upacara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya desa tegalsambi kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara yang tiada duanya di Jawa Tengah ini dan mungkin di seluruh Indonesia.
Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (jawa : Klaras ).
Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan/digunakan sebagai alat untuk saling menyerang ehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar, yang akhirnya masyarakat menyebutnya dengan istilah “ Perang Obor “.
Upacara Perang Obor yang diadakan setiap tahun sekali, yang jatuh pada hari Senin Phing malam Selasa Pon di bulan Besar (Dzullijah) diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat desa tegal sambi terhadap peristiwa atau kejadian pada masa lampau yang terjadi di desa tersebut
Konon ceritanya pada abad XVI Masehi, di desa tegalsambi ada seorang petani yang sangat kaya raya dengan sebutan “Mbah Kyai Babadan” Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama kerbau dan sapi. Untuk mengembalakannya sendiri jelas tak mungkin, sehingga beliau mencari dan mendapatkan pengembala dengan sebuatan KI GEMBLONG. Ki Gomblong ini sangat tekun dalam memelihara binatang – binatang tersebut, setiap pagi dan sore Ki Gemblong selalu memandikanya di sungai, sehingga binatang peliharaannya tersebut tampak gemuk – gemuk dan sehat. Tentu saja kyai babadan merasa senang dan memuji Ki Gemblong, atas ketekunan dan kepatuhannya dalam memelihara binatang tersebut.


Konon suatu ketika, Ki Gemblong menggembala di tepi sungai kembangan sambil asyik menyaksikan banyak ikan dan udang yang ada di sungai tersebut, dan tanpa menyianyiakan waktu ia langsung menangkap ikan dan udang tersebut yang hasil tangkapannya lalu di baker dan dimakan dikandang.
Setelah kejadian ini hampir setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan udang, sehingga ia lupa akan tugas / kewajibannya sebagai penggembala. Dan akhirnya kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit bahkan mulai ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kyai Babadan menjadi bingung, tidak kurang –kurangnya dicarikan jampi – jampi demi kesembuhan binatang –binatang piaraannya tetap tidak sembuh juga.
Akhirnya Kyai Babadan mengetahui penyebab binatang piaraannya menjadi kurus –kurus dan akhirnya jatuh sakit, tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi mau mengurus binatang – binatang tersebut namun lebih asyik menangkap ikan dan udang untuk dibakar dan dimakannya.


Melihat hal semacam itu Kyai Banadan marah besar, disaat ditemui Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Kyai Babadan langsung menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah kelapa. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan Ki Gemblong tidak tinggal diam, dengan mengambil sebuah obor yang sama untuk menghadapi Kyai Babadan sehingga terjadilah “ Perang Obor “ yang apinya berserakan kemana mana dan sempat membakar tumpukan jerami yang terdapat disebelah kandang. Kobaran api tersebut mengakibatkan sapi dan kerbau yang berada di kandang lari tunggang langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya sakit akhirnya menjadi sembuh bahkan binatang tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil memakan rumput di ladang.
Kejadian yang tidak diduga dan sangat dramatis tersebut akhirnya diterima oleh masyarakat desa Tegalsambi sebagai suatu hal yang penuh mukjizat, bahwa dengan adanya perang obor segala jenis penyakit sembuh. Pada saat sekarang upacara tradisional Perang Obor dipergunakan untuk sarana Sedekah Bumi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat, Hidayah serta taufikNya kepada warga Desa Tegal Sambi, dan event ini diadakan setiap tahun sekali.

tag

WISATA BUDAYA JEPARA: HARI JADI JEPARA

Posted by athieftemplate, on: Senin, 11 April 2011


Setelah berakhirnya kemelut ini tampilah Ratu Kalinyamat penguasa di Jepara dan Pangeran Hadiwijaya di Pajang pada tahun 1549. Adapun identitas kedua tokoh ini yaitu Ratu Kalinyamat adalah puteri kandung dari Sultan Trenggono sedangkan Pangeran Hadiwijaya adalah putera menantu Sultan Trenggono pula. Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani ekspor impor. Di samping itu juga menjadi pangkalan angkatan laut yang telah dirintis sejak masa kerajaan Demak.Hari jadi Jepara telah ditetapkan tanggal 10 April 1549 berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II Jepara Nomor 9 Tahun 1988, tentang Penetapan Hari Jadi Jepara. Adapun penetapan peraturan daerah ini mengacu pada tokoh Putri Retno Kencono yang dinobatkan selaku penguasa Jepara dengan nama “NIMAS RATU KALINYAMAT” secara singkat tokoh wanita sejarah legendaris ini dapat diuraikan sebagai berikut :

Setelah tewasnya Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Prawoto dari Demak, disusul Pangeran Hadlirin dari Jepara dan Pangeran Aryo Penangsang dari Jipan Panolan.

Sebagai seorang Penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1554. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut Sang Ratu sebagai “RAINHA DE JEPARA ”SENORA PADE ROSA DE RICA”, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.
Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hampir 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namus serangan ini gagal ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.
Namun semangat patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di dunia.
Duapuluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, Sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 1500 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini dipimpin oleh Panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “QUILIMO”.
Walaupun ahirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari penjajahan Portugis di abad 16 itu.
Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang disebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain daripada itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.
Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadlirin. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat, dan mashur, maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu Beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan candra sengkala “TRUS KARYA TATANING BUMI” atau terus bekerja membangun daerah.

tag

STATISTIK KUNJUNGAN WISATAWAN

Posted by athieftemplate, on: Sabtu, 09 April 2011

LAPORAN KUNJUNGAN WISATAWAN
DI KABUPATEN JEPARA
TAHUN 2011





NO.
OBYEK / EVENT WISATA
JUMLAH PENGUNJUNG (ORANG)
WISNUS
WISMAN
JUMLAH
1
Museum RA Kartini
3,317
123
3,440
2
Makam & Masjid Mantingan
220,871
54
220,925
3
Pantai Kartini
191,739
7,162
198,901
4
Pantai Tirta Samudra Bandengan
139,896
6,144
146,040
5
Kepulauan Karimunjawa
37,208
2,016
39,224
6
Benteng Potugis
29,072
226
29,298
7
Pulau Panjang
7,961
12
7,973
8
Sonder Kalinyamat
-
-
-
9
Air Terjun Songgolangit
8,003
-
8,003
10
Ari-ari RA Kartini
4,844
54
4,898
11
Kura Kura Ocean Park
40,394
440
40,834
12
Wisata Kuliner Pungkruk
42,777
1,221
43,998

EVENT WISATA :



11
Pesta Lomban & Pekan Syawalan
-
-
-
12
Perang Obor Tegalsambi
172,500
-
172,500
13
Hari Jadi Jepara
215,000
-
215,000
14
Jembul Tulakan
44,985
15
45,000
15
Baratan
30,000
50
30,050
16
Bukak Luwur
-
-
-






JUMLAH
1,188,567
17,517
1,206,084





DATA PERKEMBANGAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN JEPARA
TAHUN 2006 S/D 2011












NO
TAHUN
PENGUNJUNG
KENAIKAN/PENURUNAN ( % )
1
2006
873,984
41,40 %
2
2007
884,650
1,22 %
3
2008
1,015,305
14,77 %
4
2009
1,035,431
1,98 %
5
2010
1,097,472
5,99 %
5
2011
1,206,084
9,90 %
DATA TAMU HOTEL
DI KABUPATEN JEPARA
TAHUN 2011





NO.
URAIAN
WISNUS
WISMAN
JUMLAH
(ORANG)
(ORANG)
(ORANG)





1
HOTAL BINTANG
17,642
1,524
19,166





2
HOTEL MELATI
16,125
430
16,555






JUMLAH
33,767
1,954
35,721
PERKEMBANGAN JUMLAH SARANA & PRASARANA PARIWISATA

DI KABUPATEN JEPARA










NO.
URAIAN
SATUAN
06
07
08
09
10
11


















1.
Biro Perjalanan (Tour & Travel)
Buah
7
9
8
13
17
17
2.
Hotel Berbintang
Buah
2
2
2
2
2
2
3.
Hotel Non Bintang (Melati, los-
Buah
12
46
33
33
40
41

men, resort, homestay)







4.
Rumah Makan/Kafe/Kedai
Buah
13
13
18
42
43
43
5.
Angkutan Pariwisata :








- Kapal Pesiar
Buah
0
0
0
0
0
0

- Perahu Wisata
Buah
40
40
40
40
40
40

- Bus Pariwisata
Buah
39
39
39
39
39
39

- Lainnya (Kapal Kaca)
Buah
1
1
1
1
3
3
6.
Tenaga Kerja yang terserap








- Biro Perjalanan (T&T)
Orang
35
35
36
45
61
77

- Hotel Berbintang
Orang
0
122
122
122
122
122

- Hotel Non Bintang
Orang
0
162
162
162
187
214

- Rumah Makan/Kafe/Kedai
Orang
0
0
72
138
141
144

- Kapal Pesiar
Orang
0
0
0
0
0
0

- Perahu Wisata
Orang
0
40
40
40
40
40

- Bus Pariwisata
Orang
0
78
78
78
78
78

- Lainnya (Kapal Kaca)
Orang
2
2
2
2
3
3









tag