JEMBUL TULAKAN
1. Tujuan Penyelenggaraan.
setahun sekali, setiap bulan Apit hari Senin Pahing, sebagai tanda rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas rizki yang dilimpahkan pada penduduk Kademangan Tulakan. Ki Demang Barata mengadakan upacara syukuran yang kemudian dikenal dengan sedekah bumi. Arti kata sedekah bumi adalah sedekah ( amal ) adri hasil bumi yang diwujudkan dengan berbagai macam makanan kecil.
Sebagai langkah untuk mengingat laku tapa brata yang dilakukan oleh Nyai Ratu Kalinyamat dalam menuntut keadilan atas kematian suaminya Sunan Hadiri, yang dibunuh oleh Arya Panagsang. Sebelum sedekah bumi pada hari Senin Pahing, didahului manganan dipunden Nyai Ratu Kalinyamat, yaitu bekas pertapaan. Pada hari Jum’at Wage sesuai dengan riwayat yang menyebutkan bahwa kedatangan Ratu Kalinyamat untuk bertapa adalah Jum’at Wage.
Sebagai tanda bukti dan setia murid-murid Ki Demang Barata yang sudah memimpin pedukuhan, masing-masing mengantarkan makanan kecil kerumah Ki Demang. Makanan kecil tersebut diletakkan dalam dua buah ancak dan diatas makanan kecil ditanamkan belahan bambu yang diirat tipis-tipis. Iratan tipis bambu tersebut melambangkan rambut jembul dengan diatur sedemikian rupa.
Ancak dari rambut jembul dari iratan bambu tipis tersebut dinamakan Jembul Tulakan. Jembul merupakan perlambangan dari ungkapan yang diucapkan oleh Ratu Kalinyamat waktu menjalani pertapaan yaitu Ora pati-pati wudhar tapaningsun, yen durung keramas getehe lan karmas keset jembule Aryo Panangsang yang dapat berarti tidak akan menyudahi tapa kalau belum keramas dengan darah dan keset rambut Aryo Panangsang.
2. Manfaat.
Dari sisi atraksi budaya, upacara tradisional Jembul Tulakan cukup menarik karena melibatkan seluruh masyarakat yang merasa memiliki tradisi tersebut. Dengan terlibatnya masyarakat secara merata membuat tradisi ini mampu terpelihara dari waktu ke waktu dengan berbagai nuansa-nuansa baru dengan tetap mempertahankan persyaratan upacara yang dianggap harus ada, baik dari segi peralatan maupun langkah- langkah yang harus dilalui.
Atraksi Jembul Tulakan ini, disamping menarik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut sebagai bagian dari aktifitas budaya penyelarasan dengan alam lingkungan, juga menjadi tontonan budaya bagi masyarakat lain yang tidak terlibat secara langsung dengan kegiatan ini.
Dengan berkumpulnya berbagai lapisan masyarakat pendukung maupun yang datang sebagai penonton, maka tradisi ini sekaligus dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, minimal wisata local. Munculnya aktifitas budaya ini juga dibarengi dengan aktifitas ekonomi. Setiap kali perayaan pasti mendatangkan penjual makanan kecil maupun warung-warung souvenir dan oleh-oleh yang menjadi makanan khas disana. Atraksi ini mampu mendatangkan betuk kegiatan ekonomi baru sebagai unit usaha yang mendukung kegiatan pariwisata meskipun masih dalam lingkup kecil atau local. Namun demikian lama kelamaan dengan tersebarnya informasi mengenai lokasi-lokasi wisata yang ada di Kabupaten Jepara, diharapkan atraksi budaya Jembul Tulakan ini dapat menjadi daya tarik wisata yang bersifat nasional. Apalagi melihat perkembangan yang ada di Jepara sekarang ini berkaitan dengan hadirnya para pengusaha asing untuk melakukan kegiatan ekonomi pada industri kerajinan ukir. Biasanya para pendatang asing tersebut juga tertarik dengan tradisi budaya yang amsih terpeihara untuk lebih mudah menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat.
Langkah strategis yang ditempuh oleh Dinas Pariwisata Jepara juga dapat dijadikan indikator bahwa Upacara Jembul Tulakan memberi kontribusi pada daya tarik wisatawan, dengan cara memasukkannya sebagai salah satu jadwal paket wisata yang dapat dikunjungi. Hal tersebut sekaligus menjadi salah satu sumber pendapatan Pemerintah Kabupaten, baik berupa pajak penjualan pada warung-warung dan pemasukan bagi masyarakat sendiri sebaagi penjual.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten sendiri mempunyai kepedulian untuk melestarikan tradisi ini. Di satu sisi sebagai salah satu sumber pemasukan daerah sisi lainnya memang sudah menjadi bagian sumber mata pencaharian tambahan masyarakat sekitar objek wisata tersebut dengan menjual makanan, jasa penitipan sepeda dan transportasi.
Masyarakat secara umum merasa bahwa pelaksanaan tradisi sedekah bumi memberikan manfaat. Pertama, sebagai sarana bersyukur pada sang pencipta karena selama satu tahun masyarakat talah diberi rejeki hasil panen. Kedua sebagai media pembelajaran bagi setiap pemimpin desa bagaimana menempatkan dirinya menjadi seorang pemimpin yang baik. Mampu mengayomi dan menciptakan ketemtraman dan kasejahteraan seluruh masyarakat. Hil ini disampaikan melalui proses mengitari jambul. Seorang pemimpin harus selalu memperhatikan kehidupan masyarakat secara umum.
Ketiga, tadisi sedekah bumi ini merupakan sarana hiburan bagi masyarakat, beupa wayang maupun tayub. Keempat, pada saat dilakukan sedekah tersebut biasanya mincul usaha-usaha sampingan penduduk baik dalam bentuk jasa maupun makanan kecil, sebagai cara untuk menambah pendapatan penduduk. Kelima, sebagai sarana untuk mengingat perjalan sejarah desa, baik yang berupa cerita rakyat maupun yang sudah dapat dibuktikan kebenarannya. Terutama dalam tradisi sedekah Bumi Tulakan ini adalah sejarah mengenai perjuangan ratu Kalinyamat.
Menurut cerita masyarakat setempat yang selalu dituturkan melalui prosesi Sedekah bumi, pada waktu ratu bertapa yang memakan waktu cukup lama , banyak sekali rambut panjangnya rontok. Rambut-rambut tersebut kemudian dikumpulkan ditanam oleh Kasturi (sesepuh dukuh )bapaknya rukan sehingga seolah-oalh sperti makam. Ada dua bumbung yang berhasil ditemukan, yang satu berisi rontokan rambut sedangkn satunya cacatan namun sulit dilacak keberadaanya dan hilan.Akan tetapi masyarakat meyakini bahwa meskipun buktinya belum ditemukan namun keberadaan Ratu Kalinyamat diyakini adanya.
3. Peralatan dan Simbul-simbul.
Dalam pelaksanaan Sedekah Bumi Tulakan atau dikenal juga dengan Upacara Jembul Tulakan ini, disuguhkan dua macam Jembul. Jembul yang besar di depan atau sering disbut Jembul Lanang, sedangkan jembul kecil berada di belakang disebut dengan jembul wadon. Khusus Jembul Lanang dihiasi dengan iratan bambu tipis sedangjan Jembul Wadon tidak. Jembul Lanang di dalamnya terdapat bermacam-macam makanan kecil, seperti jadah (gemblong), tape ketan. Apem dan sebagainya, sedangkan Jembul Wadon berisi lauk-pauknya
Jumlah jembul disesuaika dengan jumlah pedukuhan yang dipimpin oleh kepala-kepal dukuh atau dalam istilah sekarang adlah Kamituwo. Antara lain,pertama, jembul Krajan yaitu jembul dari penduduk dukuh Krajan,tempat kediman Ki demang sebagai pusat pemerintahan Kademangan. Jembul ini memounyai cirri khas berupa golek yang mengganbarkan seorang tokoh bernama Sayid Usman, seorang Nayoko Projo Ratu Kalinyamat.
Kedua, Jembul Ngemplak merupakan wujud dari penghargaan masyarakat untuk Ki Leboh atas perjuanganya membuka perdukuhan Ngemplak, mengingat Ki Leboh adalah kepala dukuh Kedondong yang wilayahnya termasuk Ngemplak. Sebagai identitas Ki Leboh dibuatlah golek dari tokoh yang bernama Mangun Joyo seorang Nayoko Ratu Kalinyamat.
Ketiga, jembul Winong adalah penghargaan terhadap Ki Buntari yang telah merintis sebagai kepala dukuh dan membangunnya dengan baik. Sebagai perlambang dari tokoh tersebut dibuat golek yang merupakan barisan prajurit yang gagah perkasa yang mengawal dan mengamankan keberangkatan Ratu Kalinyamat dari kabupaten Jepara sampai selama di pertapaan Siti Wangi-Sonder.
Keempat, Jembul Drojo merupakan penghargaan terhadap Ki Purwo atas segala jasanya membuka pedukuhan. Sebagai bentuk dari penghargaanya maka dibuatlah golek yang menggambarkan seorang tokoh yang bernama Mbah Leseh seorang tokoh Kalinyamat.
Prosesi dari penampilan jembul ini adalah satu-persatu dengan pertunjukan tarian tayub. Hal ini sebagai pengulangan kembali peristiwa pada waktu para nayoko menghadap Ratu Kalinyamat dan dipertunjukan tarian penghormatan dengan tayup.
4. Prosesi Upacara.
Upacara Jembul Tulakan ini dimulai denan mencuci kaki petinggi atau sekaaran dikenal dengan kepala desa dengan kembang setaman. Aktivitas ini dilakukan oleh perangkat desa, sebagai perlambang kepad Ratu Kalinyamat. Pada mas asekarang masyarakat lebih memajnai sebagai bentuk permohonan agar tercipta kehidupan yang tentram, bersih dari malapetaka dan segala kesulitan yang mebimpa penduduk. Disamping itu sekaligus untuk mengingatkan kepada petinggi agar selau bersih dalam segalatindakan dan langkahnya, tidak melnggar larangan-larangan agama, larangan pemerintah dan menerapkan asas kejujuran dan keadilan dalam memimpin masyarakat desa Tulakan.
Setelah pencucian kaki petinggi maka dilakukan selamtan sebagai lambing permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar desa Tulakan tetap selamat sentosa dan hasil bmi pada tahun mendatang melimpah ruah sehingga kehidupan penduduk Tulakan menjadi sejahtera, cukup sandang, pangan dan papan.
Acara mengitari Jembul dibanyak tiga kali merupakan inti dari proses Jembul Tulakan. Kegiatan mengitari Jembul ddilakukan oleh petinggi diikuti oleh ledek atau penari tayup dan para perngakat desa. Prosesi ini dilakukan unuk menggmbarkan kembali suasana pada waktu Ratu Kalinyamat melakukan pemeriksaan terhadap para nayoko projo yang datang menghadap bekiau sekaligus untuk menyerahkan hulu bekti yang dibawanya . Kesetiaan para nayoko projo ini ditunjukan sewaktu ratu melakukan pertapaannya. Suasana ini pada masa sekarang lebih diartikan sebagai pengingat-ingat agar para pemimpin desa Tulakan selalu menyempatkan diri untuk memberikan perhatian pada staf perangkat desanya dalam menjalankan tugas sehari-hari. Dengan pemantauan tersebut akan tercipte keadaan desa yang aman sentausa.
Di samping memantau para pembantunya, pemimpim desa juga perlu memperhatihan rakyat yang dipimpinnya, dengan turun langsung mengenal masyarakat secara dekat dari perdudukuhan–perdukuhan yang ada, sehingga terciptalah kondisi di desa yamg tertib. Pemimpin benar-benar dapat bertindak mengayomi dan nganyemi dalam arti melindungi dan menciptakan ketemtraman desa yang dipimpinnya.
Setelah dilakukan inti dari upacara Jembul Tulakan, maka sebagai penutup dilakukan Resikan yaitu kergiatan membersihkan tempat yang telah dipakai untuk melakukan upacara. Aktivitas ini dilakukan oleh warga masyarakat Desa Tulakan secara beramai-ramai. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pengusiran terhadap penyakit-penyakit dan kajahatan-kejahatan dari Desa Tulakan .
Seminggu setelah dilakukan sedekah bumi Tulakan, di dukuh Pejing juga melakukan sedekah bumi yang dusebut sedekah bumi Pejing. Hal ini berkaitan dengan cerita, bahwa pada waktu dilakukan sedekah bumi Tulakan, Mbah Cabuk selaku ketua pedukuhan sakit sehingga tidak bisa datang.
Melihat sakitnya Mbah Cabuk, anak-anaknya serta masyarakat dukuh mengharapkan agar dukuh tersebut diijinkan melakukan upacara jembul serndiri setelah mbah Cabuk sembuh. Harapan ini terkabul, masyarakat di dukuh tersebut diijinkan melakukan sedekah bumi sendiri oleh Kademangan dengan syarat dalam prosesi tersebut tidak ada jembul.
Setelah seminggu kemudian Mbah cabuk sembuh, diadakanlah upacara sedekah bumi Pejing. Diijinkanya Pajing melakukan sedekah bumi sendiri ini, dikarenakan Ki Barata selaku Demang dikenal seorang pemimpin yang arif bijaksana. Sehingga untuk tetap menjaga kerukunan masyarakat di Kademangan, meskipun Pejing melakukan sedekah bumi sendiri harus tetap mematuhi beberapa persyaratan yang diajukan oleh Ki Barata
Syaratnya adalah sedekah bumi di Kademangan Tulakan harus tetap didatangi oleh masyarakat Dukuh Pejing. Waktu pelaksanaan sedekah bumi Pejing tidak boleh bersamaan dengan sedekah bumi Tulakan. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu dilaksanakannya sedekah bumi Tulakan, masyarakat Pejing masih bisa mendatangi. Adapun pembagian waktunya, sedekah bumi Tulakan dilakukan pada hari senin pahing maka sedekah bumi Pejing dilakukan seimnggu kemudian yaitu senin Wage
Syarat utama lainnya adalah tidak adanya jembul dalam rangkaian upacara, adapun keramaian yang diperbolehkannya Tayub. Berbagai persyaraan telah disetujui oleh Mbah Cabuk dan kembalilah beliau ke Pejing untuk melakukan sedekah bumi sendiri.
Tradisi Jembul Tulakan dilaksanakan setiap bulan Apit (Dzulqo'dah ) tepatnya pada hari senin sesudah upacara pada malam Jum’at Wage di Desa Sonder, hal ini disesuaikan dengan cerita Ratu Kalinyamat di Desa Sonder pada waktu malam Jum’at Wage. Kemudian pada hari Senin Pahing para Nayoko Projo (para pembesar negeri) menghadap Ratu dengan membawa Hulu Bekti glondong pangareng-areng (penghormatan dengan membawa kebutuhan dan perlengkapan sang Ratu ).
Perlambangan jembul-jembul yang jumlahnya empat dimaksudkan sebagai perwakilan dukuh dukuh yang ada pada waktu itu dan menghadapnya para Nayoko Projo untuk mengantarka hulu bekti. Prosesi upacra yang menggambarkan penyembahan jembul jembul oleh tledek (penari Tayub wanita) mempunyai arti bahwa menurut cerita masa lalu pada waktu sang nayoko menghadap sang ratu mendapat penghormatan dari dayang dayang atau pendamping. Tarian tayub sendiri sebagai bentuk penghormatan para nayoko yang diwujudkan dengan jembul jembul.
Wah iki kudune ono sutar, sutar koq ra ketok nang gambar2 iki
BalasHapus